Doa Penuh Air Mata

Doa Penuh Air Mata
Alturistic

28/05/10

Muatan Budaya dalam Konseling (Lanjutan)

Muatan Budaya dalam Konseling (Lanjutan)

A. Monokulturalisme

Monokulturalisme berasal dari kata; mono (satu/seragam?tunggal) dan cultural (budaya atau kebudayaan), dan isme (paham) yang secara etimologi berarti paham budaya tunggal sehingga pada satu wilayah geografis tertentu hanya ada satu budaya yang dianut. Hal ini juga bermaksud tidak mengakui adanya keragaman dan menginginkan keseragaman. Seorang dikatakan monokulturalisme dilihat dari sejauh mana individu tersebut memegang nilai dari salah satu variabel budaya.

Monokulturalisme merupakan sebuah idelogi atau konsep yang memiliki kehendak akan adanya penyatuan kebudayaan (homogentitas). Dalam monokulturalisme, ditandai adanya proses asimilasi, yakni percampuran dua kebudayaan atau lebih untuk membentuk kebudayaan baru. Sebagai sebuah ideologi, monokulturalisme dibeberapa negara dijadikan landasan kebijakan dan atau strategi pemerintah menyangkut kebudayaan dan sistem negara.

Perkembangan dewasa ini, dimana adanya usaha untuk menciptakan budaya tunggal sebagai identitas budaya Indonesia yang sebagian besar dilakoni oleh media, khususnya televisi dengan setting Jakarta-isme adalah sebuah hal yang bertolak berlakang dengan semangat pluralisme. Kita banyak menemui misalnya di sinetron-sinetron dimana adanya proses monokulturalisme, bahwa yang gaul itu adalah yang “gue-elo” bahwa yang ndeso itu yang tidak mengikuti apa yang berkembang di Jakarta. Sentralisme semacam ini mau tidak mau adalah semata-mata hanyalah setting dari kapitalisme untuk mengarahkan agar masyarakat terpolakan pada sistem yang sudah dibangun oleh modal. Semakin homogen masyarakat, maka semakin mudah sebuah produk untuk dipasarkan dengan selera yang sama. Sebaliknya, semakin kompleks atau heterogen masyarakat, maka semakin sulit sebuah produk untuk menyentuh pasar secara holistik.

Dampak positif dari monokulturalisme ini membuat suatu masyarakat itu bisa bertahan dengan budaya sendiri dan pelestarian budaya tidak terganggu oleh budaya lain namun, dampak negatifnya membuat masyarakat seperti katak dalam tempurung yang membuat masyarakat terkurung dengan budayanya sendiri tanpa tahu budaya orang lain.

Dalam konseling monokulturalisme akan memunculkan sikap diskriminasi yaitu sikap membeda-bedakan antara satu budaya dengan budaya yang lain, sikap subjektif yaitu sikap memandang, menilai hanya dari sudut pandang sendiri atau kaca mata sendiri, dan klien juga bersikap adanya keengganan mengikuti konseling dengan konselor yang berbeda budaya.

B. Multikulturalisme

Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), dan isme (paham) sehingga secara etimologi berarti paham keberagaman budaya pada suatu wilayah geografis tertentu terdapat bermacam-macam budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain.

Multikulturalisme adalah sebuah filosofi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Multikulturalisme adalah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.

Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.

Salah satu dampak positif dari multikulturalisme adalah masyarakat mampu membuka diri untuk budaya lain sedangkan dampak negatifnya seperti sulitnya masyarakat bertahan dengan budaya sendiri dan dalam melestarikan budaya sering terkontaminasi dengan budaya lain.

Berikut adalah konsep budaya monokultural dan multicultural:

MONOKULTURAL

1. Kebudayaan dianggap mempunyai esensi yag statis, tak berubah, sacral

2. Kebudayaan dianggap mempunyai batas yang pasti dan jelas

3. Stereotif budaya

MULTIKULTURAL

1. Kebudayaan merupakan suatu proses menjadi yang tak pernah berhenti

2. Interaksi lintas budaya, percampuran, dan saling pengaruh terjadi di setiap fase pembentukan kebudayaan

3. Keterbukaan

Perbedaan di antara kedua paham tersebut juga terlihat dari perspektif budaya yang digunakan:

Terbuka

1. Identitas yang cair

2. Hibriditas

3. Keragaman

4. Toleransi

5. Negosiasi

6. Budaya untuk kemanusiaan

7. Keterkaitan

Tertutup

1. Esensialisme

2. Asli/asing

3. Keseragaman

4. Fanatisme kelompok

5. Kelah-menang

6. Manusia untuk tradisi/adat

7. Batas dan jarak

Etik dan Emik dalam Konseling

Pemahaman tentang Etik dan Emik

Etik mengcakup pada temuan-temuan yang tampak konsisten atau tetap di berbagai budaya, dengan kata lain sebuah etik mengacu pada kebenaran atau prinsip yang universal. Sedangkan emik sebaliknya, mengacu pada temuan-temuan yang tampak berbeda untuk budaya yang berbeda, dengan demikian, sebuah emik mengacu pada kebenaran yang bersifat khas-budaya (culture-specific).

Karena implikasinya pada apa yang kita ketahui sebagai kebenaran, emik dan etik merupakan konsep-kosep yang kuat (powerful). Kalau kita tahu sesuatu tentang prilaku manusia dan menganggapnya sebagai kebenaran, dan hal itu adalah suatu etik (alias universal), maka kebenaran sebagaimana kita ketahui itu adalah juga kebenaran bagi semua orang dari budaya apa pun. Kalau yang kita ketahui tentang prilaku manusia dan yang kita anggap sebagai kebenaran itu ternyata adalah suatu emik (alias bersifat khas-budaya), maka apa yang kita anggap kebenaran tersebut belum tentu merupakan kebenaran bagi orang dari budaya lain.

Emik dan Etik adalah dua macam sudut pandang dalam etnografi yang cukup mengundang perdebatan. Emik (native point of view) misalnya, mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. Sebaliknya, etik merupakan penggunaan sudut pandang orang luar yang berjarak (dalam hal ini siapa yang mengamati) untuk menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat.

Secara sangat sederhana, emik mengacu pada pandangan warga masyarakat yang dikaji, sedangkan etik mengacu pada pandangan si pengamat.

Pendekatan emik dalam hal ini memang menawarkan sesuatu yang lebih obyektif. Karena tingkah laku kebudayaan memang sebaiknya dikaji dan dikategorikan menurut pandangan orang yang dikaji itu sendiri, berupa definisi yang diberikan oleh masyarakat yang mengalami peristiwa itu sendiri. Bahwa pengkonsepan seperti itu perlu dilakukan dan ditemukan dengan cara menganalisis proses kognitif masyarakat yang dikaji dan bukan dipaksakan secara etnosentrik, menurut pandangan peneliti.

Contoh kasus:

Pada sebuah fenomena masyarakat seperti pengemis. Bila perilaku pengemis disebut sebagai sebuah fakta sosial atau sebuah keniscayaan. Maka berlaku sebutan: pengemis adalah sampah masyarakat, manusia tertindas, manusia yang perlu dikasihani, manusia kalah, manusia korban kemiskinan struktural, dsb. Anggapan ini bukan sebuah kesalahan berpikir, melainkan sebuah sudut pandang etik orang di luar pengemis untuk menunjukkan fakta yang semestinya berlaku seperti itu, bukan pandangan emik, bagaimana pengemis melihat dirinya sendiri.

Dalam pandangan emik yang bersifat interpretif atau fenomenologis, pengemis adalah subjek. Mereka adalah aktor kehidupan yang memiliki hasrat dan kehidupan sendiri yang unik. Pandangan subjektif seperti ini diperlukan untuk mengimbangi pandangan obyektif yang seringkali justru memojokkan mereka, melihat mereka sebagai korban kehidupan, kesenjangan ekonomi, atau ketidakadilan sosial, bukan sebagai entitas masyarakat yang memiliki pemikiran dan pengalaman hidup yang mereka rasakan dan alami sendiri.

Refrensi

Irawanto, Budi. 2007. Riset Etnografi. Slide Kuliah Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIPOL UGM.

Kuswarno, Engkus. 2007. Manajemen Komunikasi Pengemis. dalam Metode Penelitian Komunikasi. Ed. Deddy Mulyana dan Solatun. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sembiring, Sri Alem. 2002. Refleksi Metodologis: Perjalanan Penelitian Menghasilkan Etnografi. Terarsip dalam digital library Universitas Sumatera Utara.

See Neil Bissoondath, Selling Illusions: The Myth of Multiculturalism. Toronto: Penguin, 2002. ISBN 978-0-14-100676-5.

Yusuf, Yusmar. 1991. Psikologi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosda Karya

Diskusi budaya ”Menguak Tabir Perbedaan Budaya”, Bandung, 26 April 09

http://gemasastrin.wordpress.com/2007/11/13

http://id.wikipedia.org/wiki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar